Daftar isi
A. Biografi Singkat Umar bin Khattab
3. Kekhalifahan Umar bin Khattab
a. Penaklukan Wilayah Persia dan Romawi
b. Penataan Administrasi Pemerintahan
Islam
c. Menyebarkan Islam ke Berbagai Penjuru
Dunia
B. Kisah Terbunuhnya Umar bin Khattab
2. Sebab dan Motivasi Pembunuhan
a. Kebencian Terhadap Kekuasaan Islam
b. Dendam Pribadi Akibat Peraturan Pajak
c. Provokasi dari Kaum Munafik dan Musuh
Islam
3. Reaksi dan Dampak dari Pembunuhan
Umar
Pembukaan
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, para penonton setia
channel Pena Ensiklopedia Islam! Selamat datang kembali di episode Serial Akhir
Zaman Part 6. Pada kesempatan kali ini, kita akan mengulas salah satu peristiwa
penting yang tercatat sebagai tanda-tanda kiamat sughra, yaitu kisah tragis
terbunuhnya Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu. Kisah ini bukan
sekadar sejarah, melainkan sebuah pelajaran penting tentang keadilan,
ketegasan, dan ujian berat yang harus dihadapi umat Islam setelah kehilangan
pemimpin terbaiknya. Jadi, simak video ini sampai akhir, karena kita akan
menggali hikmah mendalam dari peristiwa ini,. Jangan lupa siapkan catatan,
karena pemaparan ini penuh dengan ilmu yang bermanfaat!
Pendahuluan
Tanda-tanda
kiamat merupakan bagian dari keyakinan seorang Muslim terhadap hari akhir,
sebagaimana tertuang dalam rukun iman yang keenam. Secara garis besar,
tanda-tanda ini dibagi menjadi dua kategori utama: kiamat sughra (tanda-tanda
kecil) yang berlangsung sejak masa Rasulullah ﷺ hingga kini, dan kiamat kubra (tanda-tanda
besar) yang akan terjadi menjelang akhir zaman.
Salah
satu tanda dari kiamat sughra adalah peristiwa terbunuhnya Umar bin Khattab
radhiyallahu 'anhu, khalifah kedua dalam sejarah Islam. Beliau adalah sosok
pemimpin yang dikenal dengan keadilannya, ketegasannya, serta upayanya dalam
menegakkan syariat Islam di tengah umat. Kepergiannya meninggalkan luka mendalam
bagi kaum Muslimin karena ia adalah figur yang sangat berpengaruh dalam
penyebaran Islam ke berbagai penjuru dunia.
Dalam
kitab Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani, disebutkan:
كَانَ
مَوْتُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مُصِيبَةً عَظِيمَةً
لِلْمُسْلِمِينَ، فَقَدْ كَانَ عَدْلُهُ وَحُكْمُهُ بَيْنَ النَّاسِ رَحْمَةً
لَهُمْ وَحِفْظًا لِدِينِهِمْ وَدُنْيَاهُمْ.
"Wafatnya
Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu adalah musibah besar bagi kaum Muslimin.
Sesungguhnya keadilannya dan kebijaksanaannya dalam memimpin adalah rahmat bagi
mereka, serta penjaga agama dan dunia mereka."[1]
Sejarah
mencatat bahwa masa kekhalifahan Umar bin Khattab berlangsung selama sepuluh
tahun (13-23 H) dengan berbagai pencapaian monumental. Di bawah kepemimpinannya,
Islam mencapai puncak kejayaan dengan ditaklukkannya wilayah Persia, Syam, dan
Mesir. Beliau juga dikenal sebagai pemimpin yang memperhatikan rakyat kecil dan
tidak segan turun langsung melihat kondisi mereka. Namun, peristiwa tragis
pembunuhan Umar menjadi salah satu bukti bahwa ujian besar senantiasa hadir
untuk menguji umat Islam.
Imam
Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah menyebutkan:
وَمِنْ
عَلاَمَاتِ قُرْبِ السَّاعَةِ تَفَرُّقُ الْمُسْلِمِينَ وَضَعْفُهُمْ بَعْدَ
مَوْتِ خِيَارِهِمْ كَمَا حَدَثَ بَعْدَ مَقْتَلِ عُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا
"Di
antara tanda-tanda dekatnya hari kiamat adalah perpecahan kaum Muslimin dan
kelemahan mereka setelah wafatnya pemimpin-pemimpin terbaik mereka, sebagaimana
yang terjadi setelah terbunuhnya Umar dan Utsman radhiyallahu 'anhuma."[2]
Keberadaan
tanda-tanda ini memberikan pelajaran penting bagi umat Islam agar senantiasa
mempersiapkan diri menghadapi hari akhir. Kehilangan seorang pemimpin adil
seperti Umar adalah musibah besar, namun ia juga menjadi pengingat bahwa dunia
ini adalah tempat ujian, dan setiap peristiwa adalah bagian dari ketentuan
Allah SWT.
A. Biografi Singkat Umar bin
Khattab
1. Nama Lengkap dan Nasab
Umar
bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin
Razah bin Adiy bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib. Nasabnya bertemu dengan
Rasulullah ﷺ pada kakek keenam, Ka’b
bin Lu’ay. Ia berasal dari kabilah Bani Adiy, salah satu suku Quraisy yang
terpandang di Makkah.
Ibunya
bernama Hantamah binti Hasyim, dari kabilah Bani Makhzum. Umar lahir di Makkah
sekitar 13 tahun setelah tahun gajah, menjadikannya lebih muda sekitar 13 tahun
dari Rasulullah ﷺ.
2. Gelar: Al-Faruq
Umar
bin Khattab diberi gelar Al-Faruq, yang berarti "pembeda antara yang benar
dan salah." Gelar ini diberikan karena keberaniannya dalam menegakkan
kebenaran tanpa rasa takut terhadap celaan manusia. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ
اللَّهَ جَعَلَ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ وَقَلْبِهِ.
"Sesungguhnya
Allah menjadikan kebenaran berada di atas lisan dan hati Umar." (HR.
Tirmidzi, no. 3682; Ahmad, no. 120; sanadnya shahih).
3. Kekhalifahan Umar bin
Khattab
Umar
diangkat menjadi khalifah kedua setelah wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq pada
tahun 13 H. Masa kekhalifahannya berlangsung selama 10 tahun 6 bulan, hingga
tahun 23 H, ketika beliau wafat. Umar dikenal sebagai pemimpin yang sangat
adil, sederhana, dan bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya.
Imam
Adz-Dzahabi dalam Siyar A'lam An-Nubala menulis:
وَكَانَ
عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَعْدَلَ النَّاسِ وَأَحْرَصَهُمْ عَلَى نَفْعِ
الأُمَّةِ، حَتَّى صَارَتْ خِلَافَتُهُ مَثَلًا يُضْرَبُ فِي الْعَدْلِ
وَالزُّهْدِ
"Umar
radhiyallahu 'anhu adalah orang yang paling adil dan paling bersemangat untuk
kemaslahatan umat, hingga masa kekhalifahannya menjadi teladan dalam keadilan
dan kezuhudan."[3]
4. Prestasi Umar bin Khattab
Umar
bin Khattab mencatatkan berbagai prestasi luar biasa yang memberikan dampak
besar bagi dunia Islam, di antaranya:
a. Penaklukan Wilayah Persia
dan Romawi
Di
bawah kepemimpinan Umar, pasukan Islam berhasil menaklukkan wilayah besar
seperti Persia, Syam, dan Mesir. Penaklukan ini mengukuhkan Islam sebagai
kekuatan global ketika itu. Diantara penaklukanya yang terkenal yaitu:
· Perang
Qadisiyah (14 H) melawan Persia, yang dipimpin oleh Sa'ad bin Abi Waqqash.
· Perang Yarmuk
(15 H) melawan Romawi, yang dipimpin oleh Khalid bin Walid.
Ibnu
Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah mencatat:
فِي
زَمَانِ عُمَرَ تَوَسَّعَتِ الدَّوْلَةُ الإِسْلاَمِيَّةُ حَتَّى وَصَلَتْ إِلَى
فَارِسَ، وَقَدْ كَانَتْ ذَلِكَ نَصْرًا عَظِيمًا لِلْمُسْلِمِينَ
"Pada
masa Umar, wilayah kekuasaan Islam meluas hingga ke Persia. Penaklukan ini
adalah kemenangan besar bagi kaum Muslimin."[4]
b. Penataan Administrasi
Pemerintahan Islam
Umar
adalah pionir dalam membangun sistem administrasi negara. Ia menetapkan
berbagai kebijakan yang menjadi dasar pemerintahan modern, seperti:
· Pembentukan
Diwan (semacam kementerian) untuk mencatat pendapatan dan pengeluaran
negara.
· Penetapan
kalender Hijriyah sebagai sistem penanggalan resmi.
· Pengaturan gaji
untuk tentara dan pegawai negara.
c. Menyebarkan Islam ke
Berbagai Penjuru Dunia
Melalui
strategi dakwah dan kekuatan militer yang efektif, Islam berkembang pesat ke
wilayah-wilayah baru, seperti Irak, Syam, Mesir, dan Persia. Umar juga dikenal
bijaksana dalam menjaga kerukunan di wilayah-wilayah taklukan, menghormati
perjanjian dengan non-Muslim, dan memastikan hak-hak mereka terlindungi.
5. Kezuhudan dan Akhlak Umar
Umar
adalah teladan dalam kesederhanaan. Meski memimpin wilayah yang luas, beliau
menjalani hidup dengan penuh kezuhudan. Pakaian beliau sederhana, makanannya
pun hanya sekadar memenuhi kebutuhan pokok. Imam Malik dalam Al-Muwaththa'
meriwayatkan bahwa Umar pernah berkata:
وَاللَّهِ
لَوْ عَثَرَتْ دَابَّةٌ بِأَرْضِ الْعِرَاقِ، لَخَشِيتُ أَنْ يُسْأَلَ عَنْهَا
عُمَرُ، لِمَ لَمْ تُمْهِّدْ لَهَا الطَّرِيقَ
"Demi
Allah, andai seekor hewan tergelincir di tanah Irak, aku khawatir Umar akan
ditanya (oleh Allah), 'Mengapa engkau tidak meratakan jalan untuknya?’"[5]
Umar
bin Khattab adalah sosok pemimpin yang luar biasa dalam sejarah Islam.
Keberanian, keadilan, dan keteguhannya dalam menegakkan syariat memberikan
inspirasi bagi generasi Muslim sepanjang masa. Kecemerlangan prestasinya
menjadikan masa kekhalifahannya sebagai salah satu periode emas dalam sejarah
Islam.
B. Kisah Terbunuhnya Umar bin
Khattab
1. Kronologi Pembunuhan
Umar
bin Khattab radhiyallahu 'anhu wafat pada 26 Dzulhijjah tahun 23 H, setelah
ditikam oleh seorang budak Majusi bernama Abu Lu’lu’ah Al-Fairuz, yang berasal
dari Persia. Peristiwa tragis ini terjadi ketika Umar sedang memimpin shalat
Subuh berjamaah di Masjid Nabawi.
Berikut
adalah detail kronologinya:
· Abu Lu’lu’ah menyimpan
dendam terhadap Umar. Sebagai seorang budak, ia merasa terbebani oleh pajak
atau upeti (jizyah) yang dikenakan kepadanya oleh Umar.
· Persiapan Abu
Lu’lu’ah. Ia merencanakan pembunuhan ini dengan membuat belati bermata dua yang
telah dilumuri racun.
· Saat kejadian.
Ketika Umar memulai shalat Subuh dan mengucapkan takbir, Abu Lu’lu’ah menerobos
barisan shalat dan menikam Umar sebanyak tiga kali, salah satunya mengenai
perutnya hingga melukai bagian dalam tubuhnya.
· Setelah
penyerangan. Umar terjatuh, namun tetap meminta agar shalat berjamaah
diteruskan. Setelah itu, Umar dibawa ke rumahnya dalam kondisi luka parah.
Imam
Ibnu Sa’ad dalam At-Thabaqat Al-Kubra mencatat:
لَمَّا
طُعِنَ عُمَرُ قَالَ: أَصَلَّى النَّاسُ؟ قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: الْحَمْدُ
لِلَّهِ، لَا حَظَّ فِي الْإِسْلَامِ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ
"Ketika
Umar ditikam, ia bertanya: 'Apakah orang-orang sudah melaksanakan shalat?'
Mereka menjawab: 'Ya.' Maka ia berkata: 'Segala puji bagi Allah. Tidak ada
bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.’"[6]
Umar
wafat tiga hari kemudian setelah menunjuk sebuah dewan syura untuk memilih
penggantinya. Beliau dimakamkan di sebelah Rasulullah ﷺ dan Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu
'anhu di kamar Aisyah.
2. Sebab dan Motivasi Pembunuhan
a. Kebencian Terhadap Kekuasaan Islam
Abu
Lu’lu’ah adalah seorang budak Majusi yang berasal dari Persia. Ia menyimpan
kebencian mendalam terhadap Umar karena kekalahan Persia dalam peperangan
melawan kaum Muslimin. Penaklukan Persia di bawah kepemimpinan Umar dianggap
sebagai penyebab runtuhnya kekaisaran Sassanid, yang merupakan kebanggaan
bangsa Persia.
Imam
Ath-Thabari dalam Tarikh Ath-Thabari menjelaskan:
وَكَانَ
فَيْرُوزُ، الْمَعْرُوفُ بِأَبِي لُؤْلُؤَةَ، يُخْفِي الْبُغْضَ لِلْإِسْلَامِ
وَمَنْ حَمَلَ رَايَتَهُ، وَلِذَلِكَ بَدَأَ بِقَتْلِ عُمَرَ
"Fairuz,
yang dikenal sebagai Abu Lu’lu’ah, menyembunyikan kebenciannya terhadap Islam
dan orang-orang yang mengusung panji Islam. Oleh sebab itu, ia memulai dengan
membunuh Umar."[7]
b. Dendam
Pribadi Akibat
Peraturan Pajak
Sebagai
seorang budak, Abu Lu’lu’ah merasa bahwa pajak yang dikenakan kepadanya terlalu
berat. Ia mengadu kepada Umar, namun Umar menolak mencabut aturan tersebut,
dengan alasan bahwa peraturan itu adil dan sesuai syariat. Hal ini menambah
dendamnya terhadap Umar.
c.
Provokasi dari Kaum Munafik
dan Musuh Islam
Sejumlah
riwayat menunjukkan bahwa Abu Lu’lu’ah mungkin mendapat provokasi dari pihak
lain, seperti orang-orang munafik yang ingin melemahkan umat Islam dengan
menghilangkan pemimpin yang adil seperti Umar.
3. Reaksi
dan Dampak dari Pembunuhan Umar
Kejadian
ini meninggalkan duka mendalam bagi kaum Muslimin. Banyak sahabat yang merasa
kehilangan, mengingat Umar adalah simbol keadilan dan keberanian dalam Islam.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin mencatat:
بِمَوْتِ
عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، نَقَصَتْ الْخِلَافَةُ، وَظَهَرَتْ الْفِتَنُ فِي
الأُمَّةِ
"Dengan
wafatnya Umar radhiyallahu 'anhu, kekhalifahan mengalami kekurangan, dan fitnah
mulai tampak di tengah umat."[8]
C. Hikmah dari Peristiwa Ini
· Ketetapan
Takdir Allah SWT Pasti Berlaku: Wafatnya Umar adalah bagian dari ketentuan Allah,
sebagaimana firman-Nya:
"Dan tidaklah mungkin bagi seseorang untuk mati kecuali dengan
izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya..." (QS. Ali
Imran: 145)
Ayat ini menunjukkan bahwa kematian Umar bin Khattab telah
ditakdirkan Allah sebagai bagian dari ketentuan-Nya.
Dalam ayat lain juga dikatakan
"Tiap-tiap umat mempunyai ajal; maka apabila telah datang
ajalnya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat
(pula) memajukannya." (QS. Al-A’raf: 34).
· Peringatan Akan
Fitnah: Setelah wafatnya Umar, umat Islam menghadapi berbagai ujian, termasuk
fitnah besar yang melibatkan terbunuhnya khalifah ketiga, Utsman bin
Affan.
· Teladan
Pemimpin yang Adil: Umar menjadi contoh sempurna pemimpin yang adil, sederhana,
dan bertanggung jawab. Meski ia wafat, nilai-nilai kepemimpinannya terus
menjadi teladan hingga kini.
Rasulullah SAW pernah bersabda tentang Umar bin Khattab:
"Pada umat-umat sebelum kalian ada orang-orang yang mendapat
ilham, dan jika ada salah satu dari umatku, maka dia adalah Umar." (HR.
Bukhari, no. 3689)
Sabda ini menunjukkan keutamaan Umar sebagai sosok yang sangat
mulia dalam Islam. Terbunuhnya Umar adalah bagian dari tanda-tanda akhir zaman
sebagaimana yang diramalkan oleh Nabi SAW.
Kesimpulan
Terbunuhnya
Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu adalah salah satu tanda-tanda kiamat sughra
yang menunjukkan melemahnya kekuatan umat Islam setelah kepergian pemimpin yang
adil dan bijaksana. Kejadian ini mengingatkan umat Islam untuk terus memperkuat
iman dan amal saleh, serta menjaga persatuan di tengah-tengah umat.
Imam
An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa terbunuhnya Umar adalah
ujian besar bagi umat Islam. Kepergiannya menandakan hilangnya salah satu pilar
kekuatan Islam. Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah menyebutkan bahwa
kejadian ini merupakan tanda nyata dari berkurangnya para pemimpin yang adil
dan bijaksana.
Penutup
Jazakumullahu khairan kepada semua penonton yang telah menyimak
pemaparan kami hingga akhir. Semoga apa yang telah disampaikan memberikan
manfaat dan menambah keimanan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jangan
lupa untuk mendukung channel ini dengan menekan tombol like, subscribe, dan
membagikan video ini kepada saudara Muslim lainnya. Jangan ragu juga untuk
meninggalkan komentar, karena masukan dari Anda sangat berarti bagi kami.
Sampai jumpa di episode selanjutnya di Serial Akhir Zaman! Tetap
semangat menuntut ilmu dan menjaga persatuan umat Islam. Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
[1] (Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Kairo: Darul Hadis, 2004, jilid
13, hal. 201).
[2] (Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir, Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyyah,
1997, jilid 7, hal. 200).
[3] (Siyar A'lam An-Nubala, Adz-Dzahabi, Beirut: Muassasah Ar-Risalah,
1981, jilid 2, hal. 383).
[4] (Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir, Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyyah,
1997, jilid 7, hal. 35).
[5] (Al-Muwaththa', Malik bin Anas, Beirut: Dar Ihya' At-Turath Al-Arabi,
1991, hal. 387).
[6] (At-Thabaqat Al-Kubra, Ibnu Sa’ad, Beirut: Dar Shadir, 1990, jilid
3, hal. 283).
[7] (Tarikh Ath-Thabari, Ath-Thabari, Kairo: Darul Ma’arif, 1961, jilid 4,
hal. 191).
[8] (Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali, Kairo: Darul Hadis, 2010, jilid 3, hal.
46).
Post a Comment