Top News

Menuntut ilmu agama tidak butuh 6 syarat, tapi cukup 4


 

ألا لا تنال العلم إلا بستـــة * سأنبيك عن مجموعها ببيـــــان

ذكاء وحرص واصطبار وبلغة * وإرشاد أستاذ وطول زمان


Bagi Teman-teman yang pernah belajar dipesantren pasti tidak asing dengan dua bait sya’ir tadi. Dua bait sya’ir tadi adalah syarat-syarat ideal yang harus dimiliki oleh orang yang sedang menuntut ilmu, utamanya ilmu agama. Syarat-syarat tersebut jumlahnya ada enam yaitu :

 

1. ذكاء artinya memiliki Kecerdasan

Dalam proses belajar mengajar kita membutuhkan yang namanya kecerdasan. Kecerdasan ada dua macam. Pertama kecerdasan yang sifatnya alami, biasanya dipengaruhi oleh genetik atau keturunan. Kalau orang tuanya jenius, biasanya sifat jenius  tersebut akan menular keanaknya walau tidak 100 %. Kedua kecerddasan yang didapatkan melalui kerja keras atau ikhtiyar. Karena otak manusia itu seperti pisau, kalau terus diasah maka akan semakin tajam. Sehingga, meskipun seseorang terlahir dengan IQ pas-pasan atau bakat rata-rata, seseorang tersebut tetap akan bisa meraih sukses dalam belajar jika terus-menerus ikhtiar atau berusaha dengan keras.

 

Ø  Simak juga penjelasan Materi tulisan ini versi youtube

 


2. حرص artinya Bersungguh-sungguh

Ingat pepatah arab yang sangat terkenal yang berbunyi “ من جد وجد “ artinya barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Intinya adalah kesungguhan adalah kunci kita dalam meraih segala sesuatu termasuk ilmu.

 

3. اصطبار artinya Kesabaran

Ini sudah jelas ya, memang kesabaran sangat diperlukan dalam barbagai hal, apalagi dalam belajar. Sebab transfer ilmu pengetahuan memang memerlukan proses yang tidak sebentar. namun jangan pernah menyerah terus coba dan coba lagi, karena semua itu merupakan ujian dalam proses belajar yang sedang kita jalani. Kita hanya perlu sabar dan tetap tekun hingga akhirnya mendapatkan hasil sesuai yang kita diinginkan. Beda dengan computer yang cukup diinstal program tertentu dan langsung bisa digunakan seketika itu juga.

 

4. بلغة artinya Biaya

Ulama terdahulu banyak mengeluarkan uang yang tak terhitung jumlahnya, pergi dari satu negeri kenegri lainya demi mendapatkan sebuah hadits. Bahkan imam malik pernah menjual salah satu tiang rumahnya demi menuntut ilmu. Kita yang hidup dizaman modern jauh lebih enak sarana dan prasarananya dan sekarang juga banyak beasiswa. seharusnya kita lebih semangat lagi dalam menuntut ilmu.

 

5. وإرشاد أستاذ artinya Bimbingan Guru

Untuk pemula bimbingan guru adalah mutlak diperlukan, karena yang namanya buku itu adalah benda mati, tidak bisa bicara sendiri, makanya kita memerlukan orang yang tau isi dan maksud dari sebuah buku dan orang itu adalah guru. Dengan adanya Guru bisa meminimalisir kesalahan yang kita perbuat karea akan diingatkan oleh guru.  Lalu apakah belajar sendiri tanpa guru dilarang ? belajar sendiri tanpa guru atau belajar secara otodidak sebenarnya tidak dilarang, tapi syaratnya sudah menguasai dasar-dasar yang diperlukan. Bahkan belajar secara otodidak sangat dianjurkan karena bisa mengembangkan kelmuan kita.

 

6. طول زمان waktu lama

Kita tidak bisa menyerap ilmu pengetahuan dengan beberapa menit seperti computer kita, akan tetapi harus berproses dan itu membutuhkan waktu yang lama. Karena otak manusia itu berkembang dan beradaptasi setiap saat. Makanya ulama terdahulu menghabiskan sebagian besar umurnya untuk terus belajar tanpa kenal kata lelah. Imam ahmad pernah ditanya kenapa belajar setiap hari, kapan istirahatnya ? jawaban beliau adalah saya baru akan beristirahat jika kaki saya telah menginjak taman surgawi artinya belajar sampai mati. Dalam salah satu riwayat disebutkan أطلب العلم من المهد إلى اللخدي artinya carilah ilmu mulai dari bayi sampai liang lahat (mati). Ungkapan dalam bahasa inggris yang terkenal adalah Long Live education (belajar seumur hidup).

 

Memang idelnya atau umunya syarat menuntut ilmu terlebih ilmu agama ada enam sebagai mana bunyi dua bait diatas, akan tetapi bagi  Al-Makhzumi, salah seorang ulama madzhab syafi’I yang masyhur dimasa lalu, ada dua syarat yang tidak berlaku baginya, yaitu : guru dan biaya. Sebab semua kitab-kitab fikih di pelajarinya sendiri secara otodidak, dan jarang sekali “Al-Makhzumi” memiliki sendiri kitab-kitab tersebut. karena Kebanyakan kitab-kitab yang dipelajarinya merupakan hasil pinjaman dari teman-temannya.

 

Diceritakan oleh Zakiyuddin Abdul Adzim, teman karib Al-Makhzumi, pada suatu ketika Al-Makhzumi ingin mempelajari kitab Al-basith karya Al-Ghozali yang berisikan rangkuman “Nihayatul Mathlab" karya Imam Al-Haromain. Kitab ini termasuk langka didapat. selain karena terdiri dari belasan jilid, juga mahal sekali biaya penyalinannya, setelah mencari pinjaman kesana kemari, akhinya beliau dipinjami kitab itu, namun pemiliknya hanya memberi tenggang waktu beberapa hari saja.

 

Karena Al-Makhzumi adalah seorang pecinta ilmu fikih yang miskin, beliau tidak pantang surut, maka disalinlah kitab al-basith pinjaman dari temannya itu, dan sungguh luar biasa ! setiap jilidnya diselesaikan dalam jangka waktu dua hari dua malam, tak henti hentinya Al-makhzumi menulis dan menulis, ia baru berhenti menulis ketika waktu sholat tiba. Setelah selesai mengerjakan sholat, menulis dan menulis lagi sampai akhirnya selesailah salinan Al-basith itu dalam jangka waktu yang sangat singkat. Ingat zaman dahulu belum ada pulpen atau pena modern apalagi computer, mereka masih memakai pena tutul yang tintanya diluar yang cara kerjanya harus menutulkan pena ke tinta setiap kali menulis satu kalimat.

 

Kemudian salinan kitab Al-basith tadi oleh Al-makhzumi dijadikan sumber penyusunan kitabnya sendiri yang bernama “Adz-dzakhoir”. Dengan belajar secara otodidak, Al-Makhzumi tidak pernah kalah dari teman temannya dan akhirnya pengorbanannyapun tidak sia-sia. Kemudian sultan Adil Bin Salar yang berkuasa di Mesir pada tahun 547 H sangat tertarik mendengar kegeniusan dan kecakapan Al-Makhzumi. Lalu Al-makhzumi Di angkatlah sebagai Qodli besar atau Hakim Agung kerajaan mesir, Al-lMakhzumi meninggal pada bulan dzul-Qo'dah tahun 550 H. beliau menjabat sebagai Qodli kerajaan mesir kurang lebih selama 17 tahun. banyak sekali karya tulisnya, yang paling terkenal adalah kitab Adz-Dzakhoir. Melihat kesuksesaan Al-Makhzumi yang belajar secara otodidak ini, saya teringat pada As-suyuti didalam kitab Al-Itqon Fi-ulumi-Al-Our'an, Asy-suyuti berpendapat bahwa belajar itu tidak harus melalui guru, ia mempersilahkan murid mundnya belajar secara otodidak.

  

Post a Comment

Previous Post Next Post